Jarak Hanya Pemisah Dua Raga, Bukan Dua Rasa

Maluku Utara67 Dilihat

Lensaone.com – Oleh: Hardin Hi. Idris
Reporter Media Online lensaone.com

Namanya Na, Na adalah nama panggilan khusus dari ku untuknya. Dia adalah setangkai mawar yang sedang merekah di relung jiwaku. Begitu indah, mekar berseri dengan segala kesempurnaanya. Wajahnya tak akan pernah beranjak dari ingatku, selalu menghiasi hari-hariku. Na gadis yang baik. Tuturnya lembut, melengkapi paras elok laksana purnama. Tingkahnya yang gemulai seakan menegaskan bahwa ia tetaplah makhluk yang membutuhkan orang yang bisa melindunginya. Di balik wajah ayunya, terdapat jiwa humoris dan sedikit manja. Dia sedikit pemalu terhadap orang yang baru dikenalnya. Tapi tidak demikian denganku. Na tetaplah Na. Tapi bagaimanapun juga, aku tak akan pernah membiarkan mawarku layu, apalagi sampai diambil orang.

Hampir setahun kami tak pernah bersua, karena sedang mempunyai kesibukan masing-masing. Na kuliah di Bacan, sama seperti saya yang saat ini berada di Bacan. Jika ingin melepas rindu, kita hanya chatting-an melalui aplikasi Massenger. Begitu jarang kita melakukan Telepon Video (Video call). Beruntung, aku dan Na hidup di zaman teknologi. Tidak dibayangkan, jika kami pacaran di zaman orang tua kita dulu. Pasti aku sudah mati tertikam rindu. Dulu, Segala sesuatunya serba kesulitan. Termasuk melampiaskan rindu. Hanya bisa melalui surat. Itu pun kalau suratnya sampai ke tujuannya. Tapi sekarang berbeda, zaman sudah semakin maju. Kita dengan mudah memadu rindu. Dan…Na tak pernah lekang dari ingatanku. Selalu berseliweran dalam benak. Ahh.. dasar Na. Begitu pandainya ia membuatku merindu. Andai saja rindu itu dibayar, mungkin aku sudah menjadi orang terkaya di dunia. Apapun akan aku lakukan demi Na, mawarku yang selalu tersenyum dengan teramat manisnya.

“Bolehkah aku mengadu tentang rindu?
Mengikis sebagian jiwa yang masih terpendam.
Tolong. Pertemukanlah aku dengan sang pemilik aksara-aksara rindu.
Merakit sebuah perahu.
Terjun bebas menuju sebuah palung.
Menyelam dan berenang.
Menuju tepi pantai, lalu menata kembali kehidupan.”

Sekarang sudah liburan semester. Saat yang paling aku tunggu. Saatnya aku harus bertemu Na. Rinduku selama ini akan terlampiaskan. Sekalipun hanya melihatnya tersenyum. Awal aku mendengar liburan semester. Ruang dadaku berontak., tak sabar ingin bersua dengannya. Jarak dari Komplek rumah ku ke rumahnya tidak begitu jauh. Dan sekalipun orang tuanya begitu benci sama aku, tapi saya tak lagi pikirkan. Yang penting saya segera bersua sang dambaan hati.

“Jarak hanya pemisah dua raga. Bukan dua rasa.”
“Rindu itu tercipta untuk menjadi pelengkap dalam setia.”

Bayangan Na masih menjajah asaku. Fikiranku berkecamuk. Lagi-lagi Na yang terlintas dalam benakku. Aku bertanya dalam hati. Apakah Na masih menaruh rasa padaku? Atau jangan-jangan dia sudah berpaling ke lain hati? Pertanyaan itu terus menggerogotiku. Ah, sudahlah. Aku sudah lama mengenalnya. Melalui perjalanam cinta yang begitu banyak hambatan yang kami lewati. Aku percaya. Dia gadis yang baik. Tak akan semudah itu dia berbagi rasa pada yang lain. Dan… Malam ini, mawarku kembali hadir di sepertiga malamku. Merekah dengan kesempurnaannya, mengajakku terbang ke alam mimpi.

Hari ini, aku mempunyai waktu istrahat yang hanya tiduran saja di rumah, namun bayangan Na yang tetap melekat di kepala. Maklum, aku sedang memikul rindu. Ingin segera bersua dengan mawarku. Tiduran ku seakan mendorong sukmaku untuk terus merindu. Andai saja rindu itu seperti hujan, maka bumi pasti sudah tenggelam karenaku.

Aku dan Na awalnya berkenalan melalui via-telepon seluler. Dalam waktu dekat, siangnya saling komunikasi. Malam tiba, kami bertemu di dekat kompleks rumahnya tepat di jalan raya, dekat pantai dan Alhamdulillah dari Tahun 2017 hingga memasuki Tahun 2019 hubungan ini masih berjalan sesuai rencana yang kami inginkan selama ini dan semoga saja Tuhan berkendak dan melihat.
“Pereknalan kami pada sebuah pertemuan yang menjamu hingga ujung kematian.”

Komentar